ANALISIS AMANAT DAN MAKNA KATA
KARYA KEDAULATAN RAKYAT MINGGU DALAM BUKU ISKANDAR
IVA ARIN LUSIDA
(118000145) PGSD 2011 C
Abstrak
Kata Kunci : tokoh, watak, penokohan dalam cerita anak.
Berdasarkan pengalaman penulis, dalam pembelajaran sastra anak, anak akan
secara khusus memahami tentang
karya sastra berisi
tentang dunia yang akrab dengan anak-anak. Sifat sastra anak adalah
imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta. Unsur imajinasi ini sangat
menonjol dalam sastra anak. Dalam perkembangan
anak setelah anak mampu berbicara, anak akan memulai proses pengamatan dan
memberikan responnya. Sastra
anak harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik
mereka dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bermula pada penyajian nilai
dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan.
Penulisan analisa ini
berdasarkan permasalahan: (a) Bagaimanakah strukturisasi penokohan terdapat
dalam cerita anak Kesombongan burung nuri ini?
Tujuan dari penulisan hasil
analisa ini adalah: (a) Mengetahui penjelasan tentang sastra anak. (b) Dapat
mengerti penjelasan dari cerita anak. (c) Untuk mengetahui berbagai
strukturisasi tokoh pada ceita anak.
Penulisan ini menganalisis
penokohan cerita anak sebanyak tiga putaran. Setiap putaran terdiri dari tiga
tahap yaitu: rancangan, analisis, dan refisi. Sasaran penulisan ini adalah
anak-anak. Hasil yang diperoleh adalah hasil analisis berupa penulisan.
Kesimpulan dari penulisan ini
adalah sebatas tafsiran penulis tentang penokohan atau perwatakan dalam cerita
pendek untuk anak-anak.
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sastra
berbicara tentang hidup dan kehidupan, tentang berbagai persoalan hidup
manusia, tentang kehidupan di sekitar manusia, yang semuanya diungkapkan dengan
cara bahasa yang khas. Sastra anak adalah sastra yang secara emosional
psikologis dapat ditanggapi dan dipahami oleh anak, dan itu pada umumnya
berangkat dari fakta yang konkret dan mudah diimajinasikan.
Kita
pahami anak-anak memiliki tahap perkembangan yang berbeda dengan orang dewasa,
ini berpengaruh dengan sastra. Perlu dibedakan sastra untuk orang dewasa dan
sastra untuk anak. Manfaat yang diperoleh dari sastra anak antara lain sebagai
media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun
kecerdasan emosi anak. Hali ini karena dalam sastra anak terkandung pesan moral
yang dapat membangun kepribadian positif pada anak.
Cerita
anak-anak biasanya berisi tokoh yang berwatak datar. Watak tokoh cerita itu
dapat dikenali dengan jelas apakah itu tokoh baik atau tokoh jahat. Pada cerita
anak, jarang dijumpai tokoh yang berwajah banyak, yaitu tokoh yang memiliki
unsur baik dan jahat sekaligus. Penulis menambah pengetahuan tentang
karakteristik cerita anak.
Berkenaan
dengan manfaat tersebut, maka kita harus mampu membedakan, memilih sastra yang
cocok dan layak dikonsumsi oleh anak-anak dengan rambu-rambu kita harus
memahami apa itu sastra anak. Oleh karena itu penulis mengambil judul
“Pengertian Penokohan Pada Cerita Anak” untuk lebih memahami sastra anak. Makalah
ini berisi tentang hakikat sastra anak, pengertian tentang cerita anak, dan
karakteristik tokoh pada cerita anak.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
1.2.1.
Bagaimanakah
strukturisasi penokohan
terdapat dalam cerita anak Kesombongan burung nuri ini?
1.3. Tujuan Masalah
Sesuai
dengan permasalahan di atas, penulisan ini bertujan untuk?
1.3.1. Mengetahui
penjelasan tentang sastra anak.
1.3.2. Dapat
mengerti penjelasan dari cerita anak.
1.3.3. Untuk
mengetahui berbagai strukturisasi tokoh pada ceita anak.
2.
Landasan Teori
Menurut Hunt (dalam artikel Rokhmansyah, 2009)
mendefinisikan sastra anak sebagai buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara
khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula memuaskan sekelompok anggota
yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah buku bacaan yang sengaja
ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut harus sesuai dengan minat dan
dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosional dan intelektual
anak, sehingga dapat memuaskan mereka.
Tarigan (dalam artikel Rokhmansyah, 2009) mengatakan
bahwa buku anak-anak adalah buku yang menempatkan mata anak-anak sebagai
pengamat utama, mata anak-anak sebagai fokusnya. Sastra anak adalah sastra yang
mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak masa kini, yang dapat dilihat
dan dipahami melalui mata anak-anak.
Menurut Puryanto (dalam artikel Rokhmansyah, 2009)
mengatakan bahwa cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan
tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia
anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya
mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang
tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
3.
Pembahasan
3.1
Cerita Anak
Menurut
Hunt (dalam artikel Rokhmansyah, 2009) mendefinisikan sastra anak sebagai buku
bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus
pula memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra anak adalah
buku bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku tersebut
harus sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat
perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan mereka.
Menurut Tarigan
(dalam artikel Rokhmansyah, 2009) mengatakan bahwa buku anak-anak adalah buku
yang menempatkan mata anak-anak sebagai pengamat utama, mata anak-anak sebagai
fokusnya. Sastra anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan dan pengalaman
anak-anak masa kini, yang dapat dilihat dan dipahami melalui mata anak-anak.
3.2
Tokoh atau penokohan
Seperti pada jenis karya sastra umumnya, sastra anak juga
berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak,
serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat
amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan
kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi
hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang membaca,
senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan, dan mendapatkan
kepuasan batin sehingga menuntun kecerdasan emosinya.
Menurut Puryanto (dalam artikel Rokhmansyah, 2009)
mengatakan bahwa cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan
tidak berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia
anak, tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya
mudah dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang
tepat, dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
Jenis sastra anak
meliputi prosa, puisi, dan drama. Jenis prosa dan puisi dalam sastra anak
sangat menonjol. Berdasarkan kehadiran tokoh utamanya, sastra anak dapat
dibedakan atas tiga hal, yaitu: sastra anak yang mengetengahkan tokoh utama
benda mati, sastra anak yang mengetengahkan tokoh utamanya makhluk hidup selain
manusia, dan sastra anak yang menghadirkan tokoh utama yang berasal dari
manusia itu sendiri.
Tokoh cerita anak dapat berupa manusia, binatang, atau
tanaman, bahkan benda lain seperti peralatan rumah tangga. Apabila tokoh cerita
berupa manusia, biasanya yang menjadi tokoh utama adalah anak-anak.
Cerita anak-anak biasanya berisi tokoh yang berwatak
datar. Watak tokoh cerita itu dapat dikenali dengan jelas apakah itu tokoh baik
atau tokoh jahat. Pada cerita anak, jarang dijumpai tokoh yang berwajah banyak,
yaitu tokoh yang memiliki unsur baik dan jahat sekaligus. Kutipan yang
mendukung hal tersebut adalah:
Kesombongan
Burung Nuri
Deo seekor burung nuri. Tinggal di hutan luas
bersama binatang lainnya. Merasa paling tampan, Deo menjadi sombong. Tidak mau
bergaul dengan temantemannya dan suka memamerkan diri.
“Di seluruh hutan ini, tidak ada burung lain yang setampan
diriku,” kata Deo dengan pongah di hadapan teman-temannya sesama burung. “Kalian
semua pasti juga mengagumi ketampananku ini.”
Teman-temannya hanya bisa geleng-geleng kepala. Mereka enggan
bermain dengan Deo karena sikapnya itu.
Pada suatu hari, Deo terbang sendirian mengelilingi
hutan. Tanpa sengaja, ia menabrak ranting pohon yang tinggi. Sayapnya patah. Ia
terjatuh ke tanah. Deo merasa kesakitan dan tidak dapat menggerakkan tubuhnya.
Tiba-tiba, Deo mendengar suara elang di kejauhan.
Suara itu semakin dekat. Deo sangat ketakutan. Jantungnya berdegup kencang. Ia
begitu lemah dan tidak berdaya.
Elang itu kini terbang melayang di atasnya, siap
untuk menerkamnya.
Ketika Elang itu hendak memangsa Deo, sekawanan
burung datang ke tempat itu. Mereka bersuara ribut untuk mengusir Elang.
Melihat sekelompok burung yang cukup banyak tersebut, Elang mengurung- kan niatnya. Terbang menjauh dan
mencari mangsa lainnya.
“Deo, ini kami. Kamu tenang saja karena kami datang
untuk menolongmu,” kata burung-burung tersebut.
Deo yang masih tergeletak di tanah merasa terharu.
Ternyata, kawanan burung itu teman-temannya sendiri yang selama ini tidak dipedulikannya.
Mereka lalu terbang menghampiri Deo dan membawanya pulang ke rumahnya.
Setelah dirawat beberapa minggu, Deo kembali sembuh
seperti sediakala. Ia selalu mengingat kebaikan teman-temannya yang telah
menyelamatkannya.
Sejak saat itu, Deo tidak sombong lagi. Ia kini
senang bermain bersama teman-temannya yang baik hati. (Sumber: Kedaulatan Rakyat Minggu dalam Iskandar, 2008;3).
Kisah dalam perbincangan antar tokoh deo dan teman-teman
lainnya saat deo mengatakan bahwa di seluruh hutan ini, tidak ada burung lain
yang setampan dirinya dan teman-teman deo pasti juga mengagumi ketampanan deo
ini yang menghadirkan peristiwa fantastik seperti itu yang ditonjolkan
pengarang adalah penokohan atau gambaran angan yang dapat menggoyahkan pemikat
pembaca ingin membaca.
Kehadiran tokoh dapat sebagai jawaban terhadap
pertanyaan. Siapa saja tokoh yang ada dalam cerita pendek “Kesombongan Burung
Nuri”? Apa peran atau fungsi masing-masing tokoh dalam cerita itu? Dan
sebagainya. Dalam sebuah cerita fiksi tokoh merupakan unsur utama yang mendapat
perhatian khusus dari pengarangnya. Walaupun cerita pendek itu bersifat fiksi,
pada umumnya tokoh digambarkan dengan berbagai ciri yang berhubungan dengan
watak dan kepribadiannya.
Dengan demikian analisis strukturisasi tokoh adalah
mengungkapkan ciri tokoh yang menjadi kepribadiannya baik dari gambaran secara
fisik atau psikologisnya, fungsinya dalam menghidupkan cerita tokoh-tokoh yang
hadir dalam cerita pendek “Kesombongan Burung Nuri” adalah Deo (seekor burung
nuri), teman-teman Deo (sesama burung) dan burung elang. Tokoh-tokoh tersebut
pengarang membentuk kata orang ke tiga tunggal yang serba tahu dan cukup
menentukan dalam menjalin kisahan dari awal hingga akhir cerita. Tokoh yang
hadir dari awal hingga akhir cerita berkarakter seekor burung nuri yang amat
sombong. Tokoh Deo berperan sebagai penghubung antar tokoh yang lain. Posisi
tokoh Deo adalah seekor burung nuri yang tidak tahu sopan santun tingkah
lakunya terhadap orang lain. Deo yang sombong dan tidak peduli terhadap
sesamanya suatu saat tidak berdaya ketika hendak dimangsa elang. Dalam
ketidakberdayaan itu, Deo diselamatkan oleh teman-temannya yang selama ini
tidak dipedulikannya. Hal inilah yang menimbulkan konflik dalam diri Deo. Kewajiban
tokoh Deo adalah saling menghormati kepada sesama, tidak boleh sombong, harus
mau bergaul dan peduli dengan sesama karena sebagai makhluk sosial, manusia
tidak bisa hidup sendiri, selalu memerlukan bantuan orang lain.
4.
Simpulan
Demikianlah apresiasi pandangan penulis terhadap cerita
pendek “Kesombongan Burung Nuri” karya Kedaulatan Rakyat Minggu dalam buku
Iskandar. Apa yang dikemukakan di atas adalah sebatas tafsiran seorang penulis
tentang struktur karya sastra dan seluk beluknya. Masih banyak hal yang tidak
dijelaskan dari pemahaman penulis tentang cerita pendek tersebut. Hasil
apresiasi ini mudah-mudahan mampu memberi motivasi kepada pembaca karya sastra
lainnya untuk memahami lebih lanjut cerita pendek “Kesombongan Burung Nuri”.
Sebab cerita pendek ini banyak makna dan dapat diinterpretasikan dari berbagai sudut
pandang oleh pembaca yang berbeda-beda.
5.
Daftar Pustaka
Iskandar,
Sukini. 2008. Bahasa Indonesia 6: untuk
SD/MI Kelas VI. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Murni,
Sri. 2007. Bahasa Indonesia 5: untuk
Sekolah Dasar & Madrasah kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2005. Sastra Anak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Rokhmansyah,
Alfian. 2009. Pengertian, Hakikat, dan
Ciri Sastra Anak. . http://blog.unnes.ac.id/cahsotoy/2009/12/11/halo-dunia/
(diakses tanggal 9 Juni 2012, 01:15 WIB)
Suroso,
dkk. 2008. Kritik Sastra Teori,
Metodologi dan Aplikasi. Yogyakarta: Elmatera.
Wahidin,
Dadan. 2009. Hakikat Sastra Anak.
http://makalahkumakalahmu.net/2009/03/18/hakikat-sastra-anak/ (diakses tanggal
9 Juni 2012, 01:13 WIB)
Warsidi,
Edi. Bahasa Indonesia membuatku cerdas 5:
untuk kelas V Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.
6. Lampiran
6.1. Lampiran 1
Kesombongan
Burung Nuri
Deo
seekor burung nuri. Tinggal di hutan luas bersama binatang lainnya. Merasa
paling tampan, Deo menjadi sombong. Tidak mau bergaul dengan temantemannya dan
suka memamerkan diri.
“Di
seluruh hutan ini, tidak ada burung lain yang setampan diriku,” kata Deo dengan
pongah di hadapan teman-temannya sesama burung. “Kalian semua pasti juga
mengagumi ketampananku ini.”
Teman-temannya
hanya bisa gelenggeleng kepala. Mereka enggan bermain dengan Deo karena
sikapnya itu.
Pada
suatu hari, Deo terbang sendirian mengelilingi hutan. Tanpa sengaja, ia
menabrak ranting pohon yang tinggi. Sayapnya patah. Ia terjatuh ke tanah. Deo
merasa kesakitan dan tidak dapat menggerakkan tubuhnya.
Tiba-tiba,
Deo mendengar suara elang di kejauhan. Suara itu semakin dekat. Deo sangat ketakutan.
Jantungnya berdegup kencang. Ia begitu lemah dan tidak berdaya.
Elang
itu kini terbang melayang di atasnya, siap untuk menerkamnya.
Ketika
Elang itu hendak memangsa Deo, sekawanan burung datang ke tempat itu. Mereka
bersuara ribut untuk mengusir Elang. Melihat sekelompok burung yang cukup
banyak tersebut, Elang mengurung- kan niatnya. Terbang menjauh dan mencari
mangsa lainnya.
“Deo,
ini kami. Kamu tenang saja karena kami datang untuk menolongmu,” kata
burung-burung tersebut.
Deo
yang masih tergeletak di tanah merasa terharu. Ternyata, kawanan burung itu
teman-temannya sendiri yang selama ini tidak dipedulikannya. Mereka lalu
terbang menghampiri Deo dan membawanya pulang ke rumahnya.
Setelah
dirawat beberapa minggu, Deo kembali sembuh seperti sediakala. Ia selalu
mengingat kebaikan teman-temannya yang telah menyelamatkannya.
Sejak
saat itu, Deo tidak sombong lagi. Ia kini senang bermain bersama teman-temannya
yang baik hati. (Sumber: Kedaulatan Rakyat Minggu dalam Iskandar, 2008;3).
6.2. Lampiran 2
Putri Gisela
Dalam
sebuah hutan yang gelap dan penuh dengan pohon besar, tinggal seorang wanita
tua yang bernama Gisela. Ia hidup seorang diri. Tidak ada seorangpun yang mau
menemaninya karena wajahnya buruk. Penduduk disekitar itu menyebutnya “Penyihir
Tua”. Anak-anak dilarang bermain di dekat rumahnya.
Gisela
hanya berteman dengan burung-burung yang terbang dan bertengger di atap
rumahnya. Sambil bernyanyi-nyanyi, Gisela bermain dengan burung-burung itu. Ia
merasa bahagia mempunyai teman meskipun hanya burung. Kepada burung-burung
itulah Gisela mencurahkan segala perasaannya.
Sebenarnya,
Gisela adalah seorang putri raja di negeri Anta. Ia disihir oleh penasehat
kerajaan. Oleh karena itu, ia berubah menjadi wanita tua. Ia difitnah dan
dianggap sebagai penjelmaan iblis jahat. Gisela diusir dari istana.
Suatu
malam, ketika Gisela sedang menyalakan obor untuk menerangi rumahnya, ada
seorang berkuda menghampiri gubuknya. Ternyata, orang itu adalah pemuda yang
cakap. Pemuda itu berkata,”Permisi, Nenek yang baik. Saya tersesat dan
kemalaman. Bolehkah saya menumpang tidur di rumah Nenek?” Gisela
menjawab,”Oh,tentu saja. Silakan masuk. Apakah kamu sudah makan? Kalau belum,
aku akan menyiapkan makanan untukmu.” Gisela senang karena ada yang mau
berbicara padanya.
Sebenarnya,
ia sedikit kecewa karena dianggap sudah tua. Sambil menyiapkan makanan, Gisela
bertanya pada pemuda itu, “Siapakah kamu? Mau kemanakah kamu? Pemuda itu
menjawab,”Aku Pangeran Jonathan. Aku mau ke negeri Anta. Di sana ada sayembara.
Raja sedang mencari putrinya yang hilang. Katanya, putrinya disihir oleh
penasihat kerajaan. Raja kemudian mengetahui bahwa putrinya disihir oleh
penasihat kerajaan. Penasihat kerajaan dihukum. Sekarang, raja sedang mencari
putrinya.”
Gisela
terkejut bercampur senang dan sedih. Senang, karena ayahnya mencarinya. Sedih
karena ia tidak tahu caranya untuk menjadi muda kembali. Tanpa disadarinya, ia
bergumam,”Apakah benar warga negeri Anta menginginkan aku kembali?” Pangeran
Jonathan mendengar ucapan Gisela dan bertanya,”Nek, siapakah Nenek ini? Mengapa
Nenek tinggal seorang diri di hutan ini?” Dengan sedih Gisela menjawab,
“Sebenarnya, aku ini Gisela, putri raja Anta. Aku disihir menjadi tua. Aku
ingin kembali, tetapi pasti tidak ada seorangpun yang akan menyukaiku. Wajahku
buruk dan tua.”
Pangeran
Jonathan berkata,”Jangan khawatir, Gisela. Aku akan membantumu supaya kamu bisa
berubah. Aku yakin, kamu pasti seorang putri yang cantik, yang sangat
cantik...!” Setelah ia mengucapkan kata yang terakhir itu, tiba-tiba...keluar
asap dari tubuh Gisela...dan Gisela berubah kembali menjadi Putri Gisela yang
cantik. Rupanya, Gisela dapat berubah jika ada seorang pangeran yang
menyebutnya cantik.
Gisela
senang sekali. Bersama Pangeran Jonathan, Gisela kembali ke negeri Anta. Raja
Anta senang sekali melihat putrinya kembali. Akhirnya, Gisela menikah dengan
Pangeran Jonathan dan hidup bahagia. (Sumber : Ahya Rezqiaufa dalam Murni,
2007;18)
0 komentar:
Posting Komentar