Nama :
1.
Farichah Choirun Nisa (23660200)
2.
Iva Arin Lusida (23660208)
3.
Laili Nurus Sa’adah (23660210)
4.
Meytha Friska Olvianti (23660190)
5.
Mutia Rahma Deviyanti (23660196)
Kelas : PPG Prajabatan PGSD
Gelombang : 1 (Satu)
Mata Kuliah : Pembelajaran
Berdiferensiasi
Instansi :
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Tahun :
2023
A.
Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi,
Pembelajaran
berdiferensiasi (differentiated instruction) adalah jawaban untuk pertanyaan,
“bagaimana kurikulum yang fleksibel dapat diterapkan di sekolah yang dapat
memberikan layanan pembelajaran yang bervariasi kepada peserta didik (teaching
at the right level)? dalam satu sekolah atau bahkan di ruang kelas, terdapat
berbagai karakteristik peserta didik yang memiliki tingkat kesiapan belajar,
minat, bakat, dan gaya belajar yang berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena
itu, mereka memerlukan pelayanan pengajaran yang berbeda satu dengan yang
lainnya dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Carol A.
Tomlinson, seorang pendidik sejak tahun 1995 telah menuliskan idenya dalam buku
yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classrooms
mengenai suatu pengajaran yang memperhatikan perbedaan individu peserta didik.
Kemudian idenya dikenal dengan nama differentiated instruction atau
pembelajaran berdiferensiasi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru
mengajarkan materi dengan memperhatikan tingkat kesiapan, minat, dan gaya
belajar peserta didik. Guru juga dapat memodifikasi isi pelajaran (konten),
proses pembelajaran, produk atau hasil dari pembelajaran yang diajarkan, serta
lingkungan belajar.
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas
untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap siswa. Bukan pula memberikan
tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi juga
bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut. Secara sederhana
pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common
sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid (Kusuma,
& Luthfah, 2020:11).
Pembelajaran
berdiferensiasi berbeda dengan pembelajaran individual seperti yang dipakai
untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam pembelajaran
berdiferensiasi guru tidak menghadapi peserta didik secara khusus satu persatu
(on-one-on) agar ia mengerti apa yang diajarkan. Peserta didik dapat berada di
kelompok besar, kecil atau secara mandiri dalam belajar (Purba, 2021).
Pembelajaran
berdiferensiasi bukan berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang
berbeda untuk mengajar 32 orang siswa. Bukan pula berarti bahwa guru harus
memperbanyak jumlah soal untuk siswa yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang
lain. Dalam pembelajaran diferensiasi guru mesti memiliki inovasi dalam memilih
metode, model dan strategi pembelajaran agar siswa lebih termotivasi dalam
mengikuti proses pembelajaran, Sehingga dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas, peran guru sangat penting dalam menentukan keberhasilan
suatu pembelajaran (Sukendra, 2015).
Adapun tujuan
pembelajaran berdiferensiasi menurut Pitaloka & Arsanti (2022) sebagai
berikut.
1.
Untuk
membantu semua siswa dalam belajar agar guru bisa meningkatkan kesadaran
terhadap kemampuan siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh
seluruh siswa.
2.
Untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa agar siswa memperoleh hasil
belajar yang sesuai dengan tingkat kesulitan materi yang diberikan.
3.
Untuk
menjalin hubungan yang harmonis antara guru dan siswa karena pembelajaran
berdiferensiasi meningkatkan relasi yang kuat antar guru dan siswa.
4.
Untuk
membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri.
5.
Untuk
meningkatakan kepuasan guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.
Contoh:
Nana merupakan seorang anak yang jago dan pandai dalam
pelajaran Bahasa Inggris. Setiap ada perlombaan pidato Nana selalu mendapatkan
juara. Nana juga pandai dalam olahraga dengan beberapa macam olahraga bisa dia
kuasai dengan baik. Akan tetapi, meski pandai dan jago dalam pelajaran Bahasa
Inggris dan olahraga, Nana tidak begitu pandai dalam menguasai mata pelajaran
Matematika. Alasannya, banyak rumus-rumus yang harus ia kuasai. Sehingga Nana
tidak begitu suka dengan mata pelajaran Matematika. Berbeda halnya dengan Doni,
yang sangat menyukai mata pelajaran Matematika. Karena menurutnya, pelajaran
Matematika adalah pelajaran yang seru dan menyenangkan. Doni hampir selalu
unggul dalam mata pelajaran Matematika. Selain itu, Doni juga jago dalam
memainkan alat musik berupa piano dan biola. Selanjutnya, teman dari Nana dan
Doni, namanya Sinta sangat menyukai mata pelajaran Kesenian. Sinta sangat
piawai dalam memainkan banyak alat musik bahkan dapat dengan mudah menciptakan
lagu sendiri.
Kesimpulan: Nana menguasai kecerdasan linguistik dan juga
kecerdasan kinestetik. Sedangkan Doni menguasai kecerdasan logis-matematis dan
juga kecerdasan musical. Selanjutnya Sinta menguasai kecerdasan musical. (Hal
ini berkaitan dengan teori Multiple Intelligence (Kecerdasan Ganda).
B.
Contoh Keragaman Anak di Kelas
Perkembangan teknologi yang berimbas pada berubahnya
tatanan hidup secara global membawa dampak pada masyarakat. Pendidikan perlu
menciptakan sebuah sistem yang dapat mencukupi semua kebutuhan peserta didik. Pembelajaran
berdiferensiasi adalah pembelajaran di mana guru menggunakan berbagai metode
pengajaran untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa sesuai dengan kebutuhan
mereka. Sistem pembelajaran ini membuat peserta didik fokus dengan asesmen
sebagai proses belajar, termasuk evaluasi dan penilaian diri terhadap
perkembangan peserta didik. Tujuan dilaksanakannya model pembelajaran
berdiferensiasi ini adalah untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
peserta didik sehingga peserta didik berkembang sesuai potensi bakat dan minatnya.
Saat ini masih banyak orang tua membandingkan prestasi
belajar anaknya dengan anak yang lain. Sebagai guru kita pasti pernah mengalami
suatu kondisi dimana suasana atau kondisi belajar kita berbeda dengan yang
lain, baik dari cara belajarnya, kemampuan belajarnya, maupun minat belajar.
Oleh karena itu, sebagai guru harus menyadari bahwa setiap anak itu memiliki
gaya belajarnya masing-masing. Dengan itu guru, akan jauh lebih mudah untuk
mendorong pencapaian prestasi belajar anak.
Guru pasti mengenal siswanya untuk dapat menerapkan
strategi belajar yang cocok bagi proses perkembangan belajar mereka. Pemahaman
secara menyeluruh mengenai pembelajaran berdiferensiasi untuk memaksimalkan
potensi belajar siswa. Berbagai usaha dilakukan oleh para guru, tentunya
tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap peserta didik sukses dalam
proses pembelajarannya. Dengan melihat banyak perbedaan antara satu peserta
didik dengan peserta didik yang lainya, tentunya perlu adanya pembelajaran
berdiferensiasi. Dari perbedaan tersebut teori yang melatarbelakangi perlunya pembelajaran
berdiferensiasi yaitu:
1.
Teori sistem ekologi
Teori
sistem ekologi merupakan perkembangan yang terdiri dari lima sistem lingkungan.
Kelima sistem ekologi tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem,
dan kronosistem. Berikut penjelasan mengenai urutan sistem tersebut:
- Mikrosistem adalah anak berinteraksi dengan orang lain yang paling dekat dengan kehidupannya, seperti orang tua, teman sebaya, tetangga, dan teman sekolah;
- Mesosistem adalah interaksi antara orang tua, guru dalam sekolah, anggota keluarga dan kerabat menjadi relasinya.
- Ekosistem adalah sistem yang berisi sejumlah kondisi yang mempengaruhi perkembangan anak di lingkungan rumah. Sebagai contoh, karena adanya kondisi kemiskinan dalam keluarga, anak terpaksa harus bekerja untuk mencari uang dan tidak melanjutkan sekolah.
- Makrosistem adalah sistem yang berisi hukum masyarakat dan budaya politik. Sebagai contoh anak Indonesia tidak sama-sama dengan anak Amerika.
- Kronosistem adalah sistem ini mencakup berbagai peristiwa hidup yang penting pada individu dan kondisi sosio-kultural.
2.
Teori Multiple Intelligences
Teori tentang multiple intelligences yaitu kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam berbagai macam dan dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal dalam ruang yang tertutup dan hanya konsentrasi pada soal itu tanpa ada gangguan dari lingkungan luar. Akan tetapi kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan dalam situasi yang bermacam-macam. Setiap orang memiliki delapan jenis kecerdasan dalam tingkat yang berbeda-bedaKecerdasan verbal-linguistik:
a. Kecerdasan verbal-linguistik merupakan kemampuan berbahasa misalnya saja melalui membaca, menulis, berbicara, memahami urutan dan makna dari kata - kata, serta menggunakan bahasa dengan benar.
b. Kecerdasan logis-matematis: ini merupakan kecerdasan dalam mengolah angka, matematika, dan logika untuk menemukan dan memahami berbagai pola, seperti pola pikir, pola visual, pola jumlah, atau pola warna.
c. Kecerdasan spasial-visual: Kecerdasan ini merupakan kemampuan pada bidang ruang dan gambar. Individu memiliki kekuatan dalam imajinasi dan senang dengan bentuk, gambar, pola, desain, serta tekstur.
d. Kecerdasan kinestetik-jasmani: Kemampuan dalam koordinasi anggota tubuh dan keseimbangan. Siswa yang memiliki kecerdasan ini senang melakukan berbagai aktivitas fisik, seperti naik sepeda, menari, atau olahraga. Ia juga mungkin merasa sulit duduk diam dalam waktu lama dan mudah bosan.
e. Kecerdasan musical: Mereka yang memiliki kecerdasan ini juga mampu memahami dan membuat melodi, irama, nada, vibrasi, suara, dan ketukan menjadi sebuah musik.\
f. Kecerdasan intrapersonal: Ini merupakan kecerdasan di mana peserta didik mampu memahami diri sendiri, mengetahui kekuatan, kelemahan, dan motivasi diri. Jika kecerdasan ini menonjol pada diri peserta didik, biasanya dia akan bisa berbuat bijaksana dan bisa mengendalikan keinginan serta perilakunya, juga mampu membuat rencana dan keputusan. Kecerdasan ini dimiliki oleh penulis, ilmuwan, dan filsuf.
g. Kecerdasan interpersonal: Kecakapan ini merupakan kemampuan untuk bermasyarakat serta memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka yang mempunyai kecerdasan ini mampu bekerja, berinteraksi, dan berhubungan dengan orang lain, suka bekerja sebagai tim, memiliki banyak teman, menunjukkan empati kepada orang lain, sensitif terhadap perasaan dan ide-ide orang lain, memediasi konflik, dan mengemukakan kompromi.
h. Kecerdasan naturalis: kemampuan untuk mengenali dan mengkategorikan tanaman, hewan, dan benda-benda lain di alam, serta tertarik mempelajari spesies makhluk hidup. Mereka yang unggul dalam kecerdasan ini biasanya suka dengan alam, misalnya saja suka dengan bercocok tanam, suka dengan hewan peliharaan, dan aktivitas sejenisnya yang berkaitan dengan alam.
3.
Teori Zone of Proximal Development
(ZPD)
Pada
teori ini terdapat dua level untuk ukuran kemampuan dan potensi peserta didik,
yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan aktual peserta didik adalah ketika dia bekerja untuk menyelesaikan
tugas atau soal tanpa bantuan orang lain. Sedangkan tingkat perkembangan
potensial adalah tingkat dari kompetensi peserta didik yang dapat tercapai
ketika dia dibantu oleh orang lain. Perbedaan diantara kedua tingkat kemampuan
tersebut termasuk dalam ZPD. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ZPD
terletak diantara hal-hal yang dapat dilakukan oleh peserta didik dan hal-hal
yang tidak dapat dilakukan oleh peserta didik tanpa pendampingan.
4.
Learning modalities
Perbedaan
peserta didik dalam pembelajaran juga dapat dilihat dari segi yang lain, yaitu
learning modalities atau modalitas dalam belajar. Learning modalities ini biasa
dikenal sebagai VAK atau Visual, Auditory, dan Kinestetik.
a.
Visual: menerima informasi lebih mudah melalui gambar. Otak
kita memproses informasi visual dengan sangat efisien. Jauh lebih mudah untuk
mengingat gambar yang jelas seperti foto daripada mengingat apa yang dikatakan
atau ditulis seseorang.
b.
Auditori: menerima informasi lebih mudah melalui mendengar.
Siswa dengan mode ini biasanya sering mengajukan pertanyaan, dan menggunakan
diskusi untuk mengklarifikasi atau menyerap materi. Ketika Anda berada dalam
mode auditori, Anda mungkin berbicara dan membaca lebih lambat untuk menyerap
semuanya.
c.
KInestetik: melakukan sesuatu dengan fisik, atau paling
tepat digambarkan sebagai belajar sambil melakukan (learning by doing), baik
sebagai aktivitas langsung atau melalui pengalaman, atau dengan bergerak sambil
berpikir atau belajar.
Contoh
Keragaman Anak Di Kelas:
- Keragaman
suku dan etnis, dimana anak – anak dalam satu kelas mungkin berasal dari
berbagai suku dan etnis, seperti contoh di Surabaya khususnya di SDN
tempat kami PPL mayoritas anak – anak berasal dari suku jawa, akan tetapi
ada beberapa anak yang juga berasal dari suku Madura, dayak, kemudian suku
rote yang berasal dari NTT.
- Keragaman
agama, dimana dalam sebuah kelas anak – anak memiliki keyakinan agama yang
berbeda sejak lahir, seperti halnya di SDN tempat kami melaksanakan PPL
mayoritas anak – anak beragama islam akan tetapi ada beberapa anak yang
beragama Kristen dan hindu.
- Keragaman
bahasa, dengan jelas disebutkan oleh Dadjowidjojo (2000: 243) bahwa bahasa
sang ibu berbeda dengan bahasa ibu. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang
dikuasai atau diperoleh anak. Pengalaman kami ketika saat pelaksanaan PPL
di salah satu SDN di Surabaya memberikan jawaban bahwa anak – anak dikelas
lebih sering berkomunikasi dengan teman sejawat atau guru menggunakan
bahasa ibu yakni bahasa jawa.
- Keragaman
kemampuan dan bakat menurut Given
(2007) bakat adalah kemampuan
bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih
untuk mencapai kecakapan, pengetahuan, dan ketrampilan khusus, misalnya
kemampuan berbahasa, bermain music, melukis, dan lain –lain. Pada dasarnya
masing – masing anak di dalam kelas memiliki bakat dan kemampuan yang
berbeda – beda, hal tersebut dapat kami lihat saat pelaksanaan PPL di
salah satu SD Negeri di Surabaya, dimana dalam satu kelas ada beberapa
anak yang mengikuti ekstrakurikuler
futsal, seni tari, ada bebrapa yang mengikuti seni music dan
melukis. Sehingga dengan cara tersebut anak dapat mengemabngkan bakat dan
kemampuan yang mereka miliki dengan mengikuti ekstra sesuia dengan
kemampuannya.
- Keragaman
sosioekonomi, dimana dalam kelas masing – masing anak memiliki latar
belakang sosioekonomi yang berbeda – beda. Menurut Mubyarto (2001)
berpendapat tinjauan sosial ekonomi penduduk meliputi aspek sosial, aspek
sosial budaya, dan aspek desa yang berkaitan dengan kelembagaan dan aspek
peluang kerja. Dan hal tersebut lebih cenderung terhadap finansial
keluarga sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kebutuhan dan kesiapan
belajar anak.
- Keragaman
kepribadian, hal tersebut murni bersumber dari dalam diri masing – masing
anak, menurut Gordon Allport, kepribadian adalah suatu organisasi dinamis
dari sistem Psiko-Fisik manusia yang menentukan caranya yang khas untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta menentukan karakteristik
perilaku dan pikiran sesorang. Dalam hal ini kepribadian yang dimiliki
anak sangat berbeda – beda, ada beberapa anak yang introvert, dan
sebaliknya, kemudian ada yang mempunyai jiwa pemimpin, dan pula sebaliknya
ada beberapa yang cenderung lebih suka untuk mengikuti.
Sumber:
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2000. Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta:
Grasindo.
Given,
dkk. 2007. Brain-based teaching merancang kegiatan belajar-mengajar yang
melibatkan otak emosioanal, sosial, kognitif, kinestesis, dan reflektif Barbara
K.Given ; penerjemah Lala Herawati Dharma ; penyunting Ary Nilandari. Bandung.
Khristiani,
Henny dkk. 2021. Model Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi.
Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Badan
Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan Pusat Kurikulum Dan Pembelajaran.
Kusuma, O. D., & Luthfah, S. (2000). Modul Paket
2. Modul 2.1 “Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran
Berdiferensiasi”. Jakarta: Kemendikbud.
Mubyarto.
2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.
Pitaloka, H., & Arsanti, M. (2022). Pembelajaran
diferensiasi dalam kurikulum merdeka. In Seminar Nasional Pendidikan Sultan
Agung IV (Vol. 4, No. 1)
Purba, Mariati, dkk. (2021). Prinsip
Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi (Differentiated Instruction), pada
Kurikulum Fleksibel sebagai Wujud Merdeka Belajar. Jakarta: Badan Standar,
Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemdikbudristek.
Sukendra, I. K. 2015. Penerapan Strategi
Pembelajaran Diferensiasi Progresif Berbantuan Lks Dalam Upaya Meningkatkan
Aktivitas Dan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas X SMAN 7 Denpasar
Tahun Pelajaran 2014/2015. Denpasar.
Suprayogi, Muhamad Nanang dan Ana Lanah. 2022. Pembelajaran
Berdiferensiasi Mata Kuliah Pilihan Selektif. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Profesi Guru Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Nama :
1.
Farichah Choirun Nisa (23660200)
2.
Iva Arin Lusida (23660208)
3.
Laili Nurus Sa’adah (23660210)
4.
Meytha Friska Olvianti (23660190)
5.
Mutia Rahma Deviyanti (23660196)
Kelas : PPG Prajabatan PGSD
Gelombang : 1 (Satu)
Mata Kuliah : Pembelajaran
Berdiferensiasi
Instansi :
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya
Tahun :
2023
A.
Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi,
Pembelajaran
berdiferensiasi (differentiated instruction) adalah jawaban untuk pertanyaan,
“bagaimana kurikulum yang fleksibel dapat diterapkan di sekolah yang dapat
memberikan layanan pembelajaran yang bervariasi kepada peserta didik (teaching
at the right level)? dalam satu sekolah atau bahkan di ruang kelas, terdapat
berbagai karakteristik peserta didik yang memiliki tingkat kesiapan belajar,
minat, bakat, dan gaya belajar yang berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena
itu, mereka memerlukan pelayanan pengajaran yang berbeda satu dengan yang
lainnya dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Carol A.
Tomlinson, seorang pendidik sejak tahun 1995 telah menuliskan idenya dalam buku
yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classrooms
mengenai suatu pengajaran yang memperhatikan perbedaan individu peserta didik.
Kemudian idenya dikenal dengan nama differentiated instruction atau
pembelajaran berdiferensiasi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru
mengajarkan materi dengan memperhatikan tingkat kesiapan, minat, dan gaya
belajar peserta didik. Guru juga dapat memodifikasi isi pelajaran (konten),
proses pembelajaran, produk atau hasil dari pembelajaran yang diajarkan, serta
lingkungan belajar.
Pembelajaran
berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas
untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap siswa. Bukan pula memberikan
tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi juga
bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut. Secara sederhana
pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common
sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid (Kusuma,
& Luthfah, 2020:11).
Pembelajaran
berdiferensiasi berbeda dengan pembelajaran individual seperti yang dipakai
untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam pembelajaran
berdiferensiasi guru tidak menghadapi peserta didik secara khusus satu persatu
(on-one-on) agar ia mengerti apa yang diajarkan. Peserta didik dapat berada di
kelompok besar, kecil atau secara mandiri dalam belajar (Purba, 2021).
Pembelajaran
berdiferensiasi bukan berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang
berbeda untuk mengajar 32 orang siswa. Bukan pula berarti bahwa guru harus
memperbanyak jumlah soal untuk siswa yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang
lain. Dalam pembelajaran diferensiasi guru mesti memiliki inovasi dalam memilih
metode, model dan strategi pembelajaran agar siswa lebih termotivasi dalam
mengikuti proses pembelajaran, Sehingga dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas, peran guru sangat penting dalam menentukan keberhasilan
suatu pembelajaran (Sukendra, 2015).
Adapun tujuan
pembelajaran berdiferensiasi menurut Pitaloka & Arsanti (2022) sebagai
berikut.
1.
Untuk
membantu semua siswa dalam belajar agar guru bisa meningkatkan kesadaran
terhadap kemampuan siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai oleh
seluruh siswa.
2.
Untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa agar siswa memperoleh hasil
belajar yang sesuai dengan tingkat kesulitan materi yang diberikan.
3.
Untuk
menjalin hubungan yang harmonis antara guru dan siswa karena pembelajaran
berdiferensiasi meningkatkan relasi yang kuat antar guru dan siswa.
4.
Untuk
membantu siswa menjadi pelajar yang mandiri.
5.
Untuk
meningkatakan kepuasan guru dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.
Contoh:
Nana merupakan seorang anak yang jago dan pandai dalam
pelajaran Bahasa Inggris. Setiap ada perlombaan pidato Nana selalu mendapatkan
juara. Nana juga pandai dalam olahraga dengan beberapa macam olahraga bisa dia
kuasai dengan baik. Akan tetapi, meski pandai dan jago dalam pelajaran Bahasa
Inggris dan olahraga, Nana tidak begitu pandai dalam menguasai mata pelajaran
Matematika. Alasannya, banyak rumus-rumus yang harus ia kuasai. Sehingga Nana
tidak begitu suka dengan mata pelajaran Matematika. Berbeda halnya dengan Doni,
yang sangat menyukai mata pelajaran Matematika. Karena menurutnya, pelajaran
Matematika adalah pelajaran yang seru dan menyenangkan. Doni hampir selalu
unggul dalam mata pelajaran Matematika. Selain itu, Doni juga jago dalam
memainkan alat musik berupa piano dan biola. Selanjutnya, teman dari Nana dan
Doni, namanya Sinta sangat menyukai mata pelajaran Kesenian. Sinta sangat
piawai dalam memainkan banyak alat musik bahkan dapat dengan mudah menciptakan
lagu sendiri.
Kesimpulan: Nana menguasai kecerdasan linguistik dan juga
kecerdasan kinestetik. Sedangkan Doni menguasai kecerdasan logis-matematis dan
juga kecerdasan musical. Selanjutnya Sinta menguasai kecerdasan musical. (Hal
ini berkaitan dengan teori Multiple Intelligence (Kecerdasan Ganda).
B.
Contoh Keragaman Anak di Kelas
Perkembangan teknologi yang berimbas pada berubahnya
tatanan hidup secara global membawa dampak pada masyarakat. Pendidikan perlu
menciptakan sebuah sistem yang dapat mencukupi semua kebutuhan peserta didik. Pembelajaran
berdiferensiasi adalah pembelajaran di mana guru menggunakan berbagai metode
pengajaran untuk memenuhi kebutuhan setiap siswa sesuai dengan kebutuhan
mereka. Sistem pembelajaran ini membuat peserta didik fokus dengan asesmen
sebagai proses belajar, termasuk evaluasi dan penilaian diri terhadap
perkembangan peserta didik. Tujuan dilaksanakannya model pembelajaran
berdiferensiasi ini adalah untuk menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
peserta didik sehingga peserta didik berkembang sesuai potensi bakat dan minatnya.
Saat ini masih banyak orang tua membandingkan prestasi
belajar anaknya dengan anak yang lain. Sebagai guru kita pasti pernah mengalami
suatu kondisi dimana suasana atau kondisi belajar kita berbeda dengan yang
lain, baik dari cara belajarnya, kemampuan belajarnya, maupun minat belajar.
Oleh karena itu, sebagai guru harus menyadari bahwa setiap anak itu memiliki
gaya belajarnya masing-masing. Dengan itu guru, akan jauh lebih mudah untuk
mendorong pencapaian prestasi belajar anak.
Guru pasti mengenal siswanya untuk dapat menerapkan
strategi belajar yang cocok bagi proses perkembangan belajar mereka. Pemahaman
secara menyeluruh mengenai pembelajaran berdiferensiasi untuk memaksimalkan
potensi belajar siswa. Berbagai usaha dilakukan oleh para guru, tentunya
tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap peserta didik sukses dalam
proses pembelajarannya. Dengan melihat banyak perbedaan antara satu peserta
didik dengan peserta didik yang lainya, tentunya perlu adanya pembelajaran
berdiferensiasi. Dari perbedaan tersebut teori yang melatarbelakangi perlunya pembelajaran
berdiferensiasi yaitu:
1.
Teori sistem ekologi
Teori
sistem ekologi merupakan perkembangan yang terdiri dari lima sistem lingkungan.
Kelima sistem ekologi tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem,
dan kronosistem. Berikut penjelasan mengenai urutan sistem tersebut:
- Mikrosistem adalah anak berinteraksi dengan orang lain yang paling dekat dengan kehidupannya, seperti orang tua, teman sebaya, tetangga, dan teman sekolah;
- Mesosistem adalah interaksi antara orang tua, guru dalam sekolah, anggota keluarga dan kerabat menjadi relasinya.
- Ekosistem adalah sistem yang berisi sejumlah kondisi yang mempengaruhi perkembangan anak di lingkungan rumah. Sebagai contoh, karena adanya kondisi kemiskinan dalam keluarga, anak terpaksa harus bekerja untuk mencari uang dan tidak melanjutkan sekolah.
- Makrosistem adalah sistem yang berisi hukum masyarakat dan budaya politik. Sebagai contoh anak Indonesia tidak sama-sama dengan anak Amerika.
- Kronosistem adalah sistem ini mencakup berbagai peristiwa hidup yang penting pada individu dan kondisi sosio-kultural.
2.
Teori Multiple Intelligences
Teori tentang multiple intelligences yaitu kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam berbagai macam dan dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal dalam ruang yang tertutup dan hanya konsentrasi pada soal itu tanpa ada gangguan dari lingkungan luar. Akan tetapi kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan dalam situasi yang bermacam-macam. Setiap orang memiliki delapan jenis kecerdasan dalam tingkat yang berbeda-bedaKecerdasan verbal-linguistik:
a. Kecerdasan verbal-linguistik merupakan kemampuan berbahasa misalnya saja melalui membaca, menulis, berbicara, memahami urutan dan makna dari kata - kata, serta menggunakan bahasa dengan benar.
b. Kecerdasan logis-matematis: ini merupakan kecerdasan dalam mengolah angka, matematika, dan logika untuk menemukan dan memahami berbagai pola, seperti pola pikir, pola visual, pola jumlah, atau pola warna.
c. Kecerdasan spasial-visual: Kecerdasan ini merupakan kemampuan pada bidang ruang dan gambar. Individu memiliki kekuatan dalam imajinasi dan senang dengan bentuk, gambar, pola, desain, serta tekstur.
d. Kecerdasan kinestetik-jasmani: Kemampuan dalam koordinasi anggota tubuh dan keseimbangan. Siswa yang memiliki kecerdasan ini senang melakukan berbagai aktivitas fisik, seperti naik sepeda, menari, atau olahraga. Ia juga mungkin merasa sulit duduk diam dalam waktu lama dan mudah bosan.
e. Kecerdasan musical: Mereka yang memiliki kecerdasan ini juga mampu memahami dan membuat melodi, irama, nada, vibrasi, suara, dan ketukan menjadi sebuah musik.\
f. Kecerdasan intrapersonal: Ini merupakan kecerdasan di mana peserta didik mampu memahami diri sendiri, mengetahui kekuatan, kelemahan, dan motivasi diri. Jika kecerdasan ini menonjol pada diri peserta didik, biasanya dia akan bisa berbuat bijaksana dan bisa mengendalikan keinginan serta perilakunya, juga mampu membuat rencana dan keputusan. Kecerdasan ini dimiliki oleh penulis, ilmuwan, dan filsuf.
g. Kecerdasan interpersonal: Kecakapan ini merupakan kemampuan untuk bermasyarakat serta memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka yang mempunyai kecerdasan ini mampu bekerja, berinteraksi, dan berhubungan dengan orang lain, suka bekerja sebagai tim, memiliki banyak teman, menunjukkan empati kepada orang lain, sensitif terhadap perasaan dan ide-ide orang lain, memediasi konflik, dan mengemukakan kompromi.
h. Kecerdasan naturalis: kemampuan untuk mengenali dan mengkategorikan tanaman, hewan, dan benda-benda lain di alam, serta tertarik mempelajari spesies makhluk hidup. Mereka yang unggul dalam kecerdasan ini biasanya suka dengan alam, misalnya saja suka dengan bercocok tanam, suka dengan hewan peliharaan, dan aktivitas sejenisnya yang berkaitan dengan alam.
3.
Teori Zone of Proximal Development
(ZPD)
Pada
teori ini terdapat dua level untuk ukuran kemampuan dan potensi peserta didik,
yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat
perkembangan aktual peserta didik adalah ketika dia bekerja untuk menyelesaikan
tugas atau soal tanpa bantuan orang lain. Sedangkan tingkat perkembangan
potensial adalah tingkat dari kompetensi peserta didik yang dapat tercapai
ketika dia dibantu oleh orang lain. Perbedaan diantara kedua tingkat kemampuan
tersebut termasuk dalam ZPD. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ZPD
terletak diantara hal-hal yang dapat dilakukan oleh peserta didik dan hal-hal
yang tidak dapat dilakukan oleh peserta didik tanpa pendampingan.
4.
Learning modalities
Perbedaan
peserta didik dalam pembelajaran juga dapat dilihat dari segi yang lain, yaitu
learning modalities atau modalitas dalam belajar. Learning modalities ini biasa
dikenal sebagai VAK atau Visual, Auditory, dan Kinestetik.
a.
Visual: menerima informasi lebih mudah melalui gambar. Otak
kita memproses informasi visual dengan sangat efisien. Jauh lebih mudah untuk
mengingat gambar yang jelas seperti foto daripada mengingat apa yang dikatakan
atau ditulis seseorang.
b.
Auditori: menerima informasi lebih mudah melalui mendengar.
Siswa dengan mode ini biasanya sering mengajukan pertanyaan, dan menggunakan
diskusi untuk mengklarifikasi atau menyerap materi. Ketika Anda berada dalam
mode auditori, Anda mungkin berbicara dan membaca lebih lambat untuk menyerap
semuanya.
c.
KInestetik: melakukan sesuatu dengan fisik, atau paling
tepat digambarkan sebagai belajar sambil melakukan (learning by doing), baik
sebagai aktivitas langsung atau melalui pengalaman, atau dengan bergerak sambil
berpikir atau belajar.
Contoh
Keragaman Anak Di Kelas:
- Keragaman
suku dan etnis, dimana anak – anak dalam satu kelas mungkin berasal dari
berbagai suku dan etnis, seperti contoh di Surabaya khususnya di SDN
tempat kami PPL mayoritas anak – anak berasal dari suku jawa, akan tetapi
ada beberapa anak yang juga berasal dari suku Madura, dayak, kemudian suku
rote yang berasal dari NTT.
- Keragaman
agama, dimana dalam sebuah kelas anak – anak memiliki keyakinan agama yang
berbeda sejak lahir, seperti halnya di SDN tempat kami melaksanakan PPL
mayoritas anak – anak beragama islam akan tetapi ada beberapa anak yang
beragama Kristen dan hindu.
- Keragaman
bahasa, dengan jelas disebutkan oleh Dadjowidjojo (2000: 243) bahwa bahasa
sang ibu berbeda dengan bahasa ibu. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang
dikuasai atau diperoleh anak. Pengalaman kami ketika saat pelaksanaan PPL
di salah satu SDN di Surabaya memberikan jawaban bahwa anak – anak dikelas
lebih sering berkomunikasi dengan teman sejawat atau guru menggunakan
bahasa ibu yakni bahasa jawa.
- Keragaman
kemampuan dan bakat menurut Given
(2007) bakat adalah kemampuan
bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih
untuk mencapai kecakapan, pengetahuan, dan ketrampilan khusus, misalnya
kemampuan berbahasa, bermain music, melukis, dan lain –lain. Pada dasarnya
masing – masing anak di dalam kelas memiliki bakat dan kemampuan yang
berbeda – beda, hal tersebut dapat kami lihat saat pelaksanaan PPL di
salah satu SD Negeri di Surabaya, dimana dalam satu kelas ada beberapa
anak yang mengikuti ekstrakurikuler
futsal, seni tari, ada bebrapa yang mengikuti seni music dan
melukis. Sehingga dengan cara tersebut anak dapat mengemabngkan bakat dan
kemampuan yang mereka miliki dengan mengikuti ekstra sesuia dengan
kemampuannya.
- Keragaman
sosioekonomi, dimana dalam kelas masing – masing anak memiliki latar
belakang sosioekonomi yang berbeda – beda. Menurut Mubyarto (2001)
berpendapat tinjauan sosial ekonomi penduduk meliputi aspek sosial, aspek
sosial budaya, dan aspek desa yang berkaitan dengan kelembagaan dan aspek
peluang kerja. Dan hal tersebut lebih cenderung terhadap finansial
keluarga sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi kebutuhan dan kesiapan
belajar anak.
- Keragaman
kepribadian, hal tersebut murni bersumber dari dalam diri masing – masing
anak, menurut Gordon Allport, kepribadian adalah suatu organisasi dinamis
dari sistem Psiko-Fisik manusia yang menentukan caranya yang khas untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta menentukan karakteristik
perilaku dan pikiran sesorang. Dalam hal ini kepribadian yang dimiliki
anak sangat berbeda – beda, ada beberapa anak yang introvert, dan
sebaliknya, kemudian ada yang mempunyai jiwa pemimpin, dan pula sebaliknya
ada beberapa yang cenderung lebih suka untuk mengikuti.
Sumber:
Dardjowidjojo,
Soenjono. 2000. Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta:
Grasindo.
Given,
dkk. 2007. Brain-based teaching merancang kegiatan belajar-mengajar yang
melibatkan otak emosioanal, sosial, kognitif, kinestesis, dan reflektif Barbara
K.Given ; penerjemah Lala Herawati Dharma ; penyunting Ary Nilandari. Bandung.
Khristiani,
Henny dkk. 2021. Model Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi.
Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Badan
Standar, Kurikulum, Dan Asesmen Pendidikan Pusat Kurikulum Dan Pembelajaran.
Kusuma, O. D., & Luthfah, S. (2000). Modul Paket
2. Modul 2.1 “Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran
Berdiferensiasi”. Jakarta: Kemendikbud.
Mubyarto.
2001. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.
Pitaloka, H., & Arsanti, M. (2022). Pembelajaran
diferensiasi dalam kurikulum merdeka. In Seminar Nasional Pendidikan Sultan
Agung IV (Vol. 4, No. 1)
Purba, Mariati, dkk. (2021). Prinsip
Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi (Differentiated Instruction), pada
Kurikulum Fleksibel sebagai Wujud Merdeka Belajar. Jakarta: Badan Standar,
Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemdikbudristek.
Sukendra, I. K. 2015. Penerapan Strategi
Pembelajaran Diferensiasi Progresif Berbantuan Lks Dalam Upaya Meningkatkan
Aktivitas Dan Hasil Belajar Matematika Peserta Didik Kelas X SMAN 7 Denpasar
Tahun Pelajaran 2014/2015. Denpasar.
Suprayogi, Muhamad Nanang dan Ana Lanah. 2022. Pembelajaran
Berdiferensiasi Mata Kuliah Pilihan Selektif. Jakarta: Direktorat
Pendidikan Profesi Guru Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.